Sunday 6 January 2013

proposal


PROPOSAL

A.    Judul: Aspek Gramatikal dalam Cerpen Harian Suara Merdeka dan Alternatif Pembelajaran di Kelas XII SMA N 1 Bangsri Jepara

B.     Latar Belakang Masalah
Manusia dalam melaksanakan seluruh kegiatannya selalu melibatkan bahasa sebagai sarana untuk berinteraksi dengan sesamanya. Fungsi bahasa yang utama yaitu sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap manusia dalam kehidupannya. Menurut Wibowo (2001: 3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Dalam berkomunikasi seseorang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, keinginan, menyampaikan pendapat dan informasi melalui bahasa. Begitupun untuk menyampaikan isi imajinasi dan membuat karya sastra, seseorang harus menggunakan bahasa yaitu bahasa tulis. Salah satu caranya ialah dengan menulis cerpen.
Di Indonesia cerpen mulai ditulis sekitar tahun 1930. Kumpulan cerpen pertama adalah Teman Duduk karya M. Kasim (1936). Cerpen kemudian dikembangkan oleh pengarang Pujangga Baru, seperti Armijn Pane dan Hamka. Selanjutnya cerpen berkembang dengan pesat. Bahkan kini merupakan bentuk prosa yang dominan karena mudah disampaikan melalui surat kabar, majalah, dan radio. Suman H.S. dikenal sebagai Bapak Cerpen dan Novelis Indonesia. Novel pertamanya adalah Kasih Tak Terlerai (1929).
Dalam perkembangannya, dari segi bentuk dan panjangnya cerpen merupakan karya sastra yang paling cepat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan media bukan sastra, misalnya koran. Entah berapa ratus cerpen terpublikasikan di media pada setiap bulannya, sebab hampir semua majalah hiburan dan surat kabar umum yang memiliki edisi menyediakan rubrik khusus cerpen.
Cerpen sebagai suatu karya sastra yang relatif pendek, dengan hanya beberapa halaman, dengan kalimat-kalimat realis yang sederhana, terbukti sanggup membuktikan kosmos suatu kondisi dengan tampilan yang utuh. Menurut Sumardjo dan Saini (1997 : 37) mengatakan bahwa cerita pendek adalah cerita atau parasi (bukan analisis argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek).
Umumnya, sebuah cerpen dianalisis berdasarkan teori sastra dengan berbagai pendekatannya. Akan tetapi, hal itu bukan berarti cerpen tidak bisa dianalisis berdasarkan bahasanya (aspek gramatikal), yakni melalui analisis wacana.
Analisis wacana akan dapat menambah pemahaman terhadap sebuah cerpen, sebab analisis wacana bisa dikatakan sebuah kegiatan analisis yang diarahkan untuk melihat keutuhan makna suatu rangkaian ujar.
Kumpulan cerpen pada cerpen harian Suara Merdeka cukup menarik untuk dianalisis. Analisis wacana akan menemukan keutuhan makna cerpen tersebut berdasarkan konteksnya. Tentunya, analisis wacana terhadap sebuah cerita pendek (cerpen) berbeda dengan kegiatan kajian sastra. Sebab, aspek yang menjadi perhatian utamanya adalah aspek gramatikalnya, yakni mengkaji potongan-potongan bahasa yang lebih besar  dari sebuah kalimat sebagai suatu kesatuan, selanjutnya memperhatikan konteksnya.
Pada cerpen Kisah Seruas Jalan, Purnama Tenggelam di Rajasthan, Kupu-kupu dan Desing Peluru, Rusuk Seratus Tahun, Pertarungan Terakhir, Lantai 9, Malam-malam, Sum, Siapakah yang Menyuruh Kita Memukul Lesung?, dan Getir Pesisir yang diterbitkan oleh Suara Merdeka pada tahun 2011 ini akan dianalisis berdasarkan bahasanya yakni aspek gramatikal.
Kohesi gramatikal pada umumnya diajarkan dalam proses pembelajaran di jenjang pendidikan SMA kelas XII semester satu. Pembelajaran kohesi gramatikal di SMA sebenarnya menjadi salah satu materi pembelajaran yang sangat menarik karena dengan mengetahui aspek gramatikal dapat menggali peserta didik dalam mengkaji segi bentuk atau struktur lahir wacana, potongan-potongan bahasa yang lebih besar  dari sebuah kalimat sebagai suatu kesatuan, selanjutnya memperhatikan konteksnya.
Aspek gramatikal dalam pembelajaran menjadi pengembangan diri dari kemampuan kebahasan. Hal tersebut terdapat dalam Standar Kompetensi Menguasai berbagai komponen kebahasaan dalam berbahasa baik lisan maupun tulis, dan Kompetensi Dasar yaitu mengidentifikasi makna konotatif dan denotatif, gramatikal dan leksikal, kias dan lugas, umum dan khusus (Depdinas, 2007:270).
Analisis kohesi gramatikal dalam cerpen ini dapat menambah pemahaman tentang keutuhan wacana serta rangkaian ujar, sebab analisis ini diarahkan ke segi bentuk dan struktur lahiir wacana. Kajian Gramatikal Terhadap Wacana cerpen juga Membina Kompetensi Berbahasa dan Bersastra Indonesia di Tingkat SMA Kelas XII.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen harian suara merdeka terdapat wacana yang dapat diteliti melalui kajian semantik gramatikal. Karya yang terbentuk cerpen lebih sering diteliti melalui kajian sastra. Karena itu penelitian ini mencoba mengkaji sesuatu yang sedikit berbeda yaitu mengenai kohesi gramatikal dalam cerpen harian suara merdeka.
Kohesi gramatikal dapat menciptakan keadaan, status atau hal yang baru bagi pembaca wacana. Cerpan harian suara medeka memuat wacana tentang kohesi gramatikal dan sebagai alternatif pembelajaran yang menjadi media pembelajaran di SMA N 1 Bangsri Jepara kelas XII semester 1 dalam upanya meningkatkan kemampuan kebahasaan peserta didik.
Dari penjelasan Kompetensi Dasar dan Standar Kompentensi yang menjadi pembelajaran di SMA, kohesi gramatikal dalam cerpen harian suara merdeka yang akan diajarkan yaitu meningkatkan kemampuan kebahasaan peserta didik agar mampu menggunakan kalimat secara semantik, maka dari itu pembelajaran di SMA ada kaitannya dengan penggunaan aspek gramatikal dalam cerpen harian suara sebagai alternatif pembelajaran di SMA.
                        Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengambil judul Aspek Gramatikal dalam Cerpen Harian Suara Merdeka dan Alternatif Pembelajaran di Kelas XII SMA N 1 Bangsri Jepara.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian adalah:
1.    Bagaimana aspek gramatikal yang  terdapat dalam cerpen harian Suara Merdeka?
2.    Bagaimana alternatif pembelarajan aspek gramatikal dalam cerpen harian Suara Merdeka di SMA N 1 Bangsri, Jepara?

D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan aspek gramatikal yang  terdapat dalam cerpen harian Suara Merdeka.
2.    Aspek gramatikal dalam cerpen harian Suara Merdeka dapat menjadi alternatif pembelajaran di SMA N 1 Bangsri, Jepara.

E.     Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.    Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan pembaca mengetahui bagaimana perwujudan kohesi gramatikal dalam cerpen harian suara merdeka.
2.    Manfaat praktis
Praktis dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang kohesi gramatikal dalam cerpen harian suara merdeka pada pembaca, bermanfaat juga terhadap :
a.    Siswa
Bagi siswa dapat memberikan masukan sehingga dapat menentukan langkah-langkah yang perlu ditempuh sehingga ada upaya untuk memperbaiki.
b. Guru
Dapat mengembangkan pengetahuan mengenai kohesi gramatikal yang tepat sehingga dapat melakukan tindakan dalam penelitian selanjutnya.

F.     Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dari judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan dengan penegasan istilah berikut ini:
1.      Gramatikal
Gramatikal adalah segi bentuk atau struktur lahir wacana (Sumarlam, 1993:23).
2.      Cerpen
Cerpen adalah adalah cerita atau parasi (bukan analisis argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek) (Sumardjo dan Saini, 1997 : 37).
3.       Alternatif Pembelajaran
Alternatif adalah pilihan untuk menentukan sesuatu dalam dua kemungkinan (Depdiknas, 2005:47). Alternatif juga merupakan salah satu yang dipilih di antara berbagai pilihan lainnya (Oemar Hamalik, 2008:57). Dan pembelajaran merupakan proses atau cara guna menjadikan seseorang mau untuk melaksanakan kegiatan belajar.

G.     Landasan Teori
1.      Pengertian cerpen
Cerpen sesuai namanya adalah cerita pendek. Poe (dalam Nurgiyantoro, 2007: 10) mengatakan bahwa cerpen adalan sebuah cerita yang habis dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan oleh sebuah novel. Hamper serupa pendapat Poe, menurut sumartjo (2007: 202) cerpen adalah fiksi pendek yang habis dibaca sekali duduk. Cerita pendek mempunyai arti, satu krisis, dan satu efek untuk pembacanya. Sementara itu esten (2000: 12) berpendapat bahwa cerpen merupakan pengungkapan suatu kesan yang hidup dari fragmen kehidupan manusia. Di dalamnya tidak dituntut terjadinya perubahan nasib dari perilaku-perilakunya, hanya suatu lintasan dari secercah kehidupan manusia yang terjadi pada satu kesatuan waktu.
Cerpen menunjukan pengalaman subjektif. Dalam membaca cerpen, kita seakan ikut terjun dalam tokoh-tokohnya, merasakan, mengalami pengalaman-pengalamannya, perbuatannya, pikirannya, dan juga keputusannya. Sifat fiktif naratif nenuntut adanya kejadian dalam cerpen. Dan dlam cerpen biassnya terdapat dua atau tiga tokoh yang penting saja. Konflik hanya satu dan dikembangkan menjadi kuat sehingga menggerakan cerita.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cerpen harus berupa cerita pendek yang bersifat narasi (bukan argumentasu atau analisa), yang fiktif (tidak benar-benar terjadi) serta relatif pendek. Dari cerita fiktif yang pendek berdasarkan realitas tersebut hanya mengandung satu kejadian untuk satu efek atau kesan pembacanya.
2.      Diksi dalam Cerpen
Sebagai salah satu karya sastra, cerpen memiliki fungsi menghibur di samping isi cerita. Bagaimanapun juga isi yang baik apabila dikemas dengan bahasa yang kurang menarik akan membuat pembaca enggan untuk membacanya. jika pembaca sudah enggan membaca, isi yang baik yang ingin disampaiakan pada pembaca dapat tertangkap oleh pembaca. Oleh karena itu, keindahan bahasa harus diperhatikan dalam penulisan cerpen.
Diksi digunakan pengarang agar orang lain dapat memahami perasaan dan pikiran penutur melalui kata-kata yang diungkapkannya, selain mendapat reaksi yang diharapkan oleh si pendengar atau pembaca.
Dalam KBBI (2002 : 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.
Dalam sebuah karya satra cerpen, pengarang berusaha mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya sesuai dengan apa yang dialami hatinya. Pengarang juga berusaha mengekspresikan dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya secara mendalam. Untuk itulah pengarang memilih kata-kata yang tepat dan dipahami serta dapat mewakili jiwanya.
Untuk mendayagunakan kata dapat ditempuh dengan tiga cara yaitu pengarang dapat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal-hal lain yang diamanatkan. Pengarang mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh kelompok masyarakat pendengar, menguasai perbendaharaan kata atau kosakata. Kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa (Keraf, 1999: 24).


3.      Wacana
Sudjiman (1993: 23-32) mengungkapkan bahwa dalam memilih sesuatu kata yang digunakan dalam karya sastra, penyair atau pengarang dapat memanfaatkan beberapa hal, yaitu kohesi. Dalam hubungan penggunaan kohesi, selain teks dalam konsep pengertian dalam bahasa tulis, kohesi juga akan berhubungan dengan konsep wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang mudah dan kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi.
Wacana menurut Willis Edmodson (dalam Sumarlan, 2003: 5) adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku bahasa atau yang lainnya. Tampak di dalam definisi itu bahwa Edmodson menekankan adanya sifat keteraturan peristiwa yang dinyatakan dengan bahasa di dalam wacana. Lebih lanjut, ia membedakan antara wacana (discourse) dengan mengatakan teks adalah suatu rangkaian ungkapan bahasa yang berstruktur yang membentuk satu kesatuan. Berdasarkan batasan tersebut, secara ringkas dapat dikatakan bahwa perbedaan pokok antara teks dengan wacana adalah, teks merupakan suatu rangkaian pernyataan bahasa yang terstruktur, sedangkan wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang diungkapkan melalui bahasa.
Para pakar bahasa telah memperkenalkan beberapa definisi wacana, seperti berikut:
a.       Harimurti dalam (Sumarlan, 2003: 3)
Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, yaitu dalam hierarki gramatikal yaitu satuan gramatikal tertinggi ataupun terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh seperti novel, buku seri ensiklopedia dan sebagainya, paragraf, kalimat atau kalimat yang membawa amanat yang lengkap.


b.      Anton M.Moeliono (2000: 407)
Wacana adalah kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat itu.
Menurut Kridalaksana dalam (Rustono, 1999: 47) wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap unsurnya.
c.       Edmodson dalam (Rustono, 1999: 47)
Wacana adalah suatu peristiwa yang berstruktur yang diwujudkan dalam perilaku linguistik atau lainnya.
Setelah dilihat beberapa uraian tentang devinisi mengenai wacana yang diambil dari berbagai sumber, dapat dilihat adanya persamaan dan juga perbedaan pendapat mengenai devinisi wacana yang diperoleh dari ahli-ahli linguistik.
            Disamping itu juga, wacana letaknya lebih tinggi daripada kalimat pada skala tata tingkat tatabahasa dan mempunyai keteraturan fikiran logik (koherensi) dan juga tautan (kohesi) dalam strukturnya. Wacana dicirikan oleh kesinambungan informasi. Makna kesinambungan di sini diartikan sebagai kesatuan makna.
Unsur-unsur penting dalam wacana adalah seperti, satuan bahasa, terlengkap, mengatasi kalimat atau klausa, teratur, tersusun rapi, berkesinambungan, kohesi, lisan atau tulisan awal dan akhirnya nyata.
4.      Kohesi
Kohesi yaitu cara bagaimana cara komponen yang satu berhuungan dengan komponen yang lain. Komponen yang dimaksud bias berupa kata dengan kata, kalimat satu dengan kalimat lain berdasarkan sistem bahasa itu. Sedangkan menurut lubis (1991: 28) kohesi adalah relasi yang erat yang harus ada pada sebuah wacana yang baik. Adapun wujud relasi itu macamnya referensi, substitusi, ellipsis, konjungsi, dan leksikal
              Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk pada perkataan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Menurut Halliday dan Hasan (1976: 5) bahwa kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu ‘teks’ itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun gramatikalperlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Menuut Halliday dan Hasan (dalam Sumarlan, 2003: 4) telah mencoba melihat kohesi makna itu dari dua sudut, yaitu kohesi gramatikal dan leksikal. Kedua gramatikal ini terdapat dalam suatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur.
5.      Aspek Gramatikal
Kohesi gramatikal menurut Halliday dah Hassan dalam (Sumarlan, 1993: 23) adalah segi bentuk atau struktur lahir wacana.
lebih rinci, aspek gramatikal meliputi:
a.       Pengacuan (referensi)
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan atas dua jenis:
1)         Pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana.
2)         Pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana.
Jenis kohesi gramatikal, berdasarkan pengacuannya diklasifikasikan menjadi tiga:

1)      Pengacuan persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronominal persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak.
Pada tuturan tersebut, pronomina I tunggal bentuk bebas saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan (teks) yang disebut kemudian, yaitu Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu). Dengan cirri-ciri seperti yang disebutkan itu maka saya (I) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks), yang bersifat kataforis (karena acuannya disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui satuan lingual berupa pronominal persona I tunggal bentuk bebas. Sementara itu, -ku pada bendaharaku pada tuturan yng sama mengacu pada pak RT yang telah disebutkan terdahulu atau yang antesedennya berada di sebelah kiri.
2)      Pengacuan demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan memjadi dua, yaitu pronominal demonstratif waktu (temporal) dan pronominal demonstratif tempat (lokasional). Pronominal demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang) dan lampau (seperti kemarin dan dulu). Sementara itu, pengacuan demonstratif tempat ada yang mengacu  pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu).
3)      Pengacuan komperatif (perbandingan)
Pengacuan komperatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, perilaku dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk mrmbandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, sama seperti, dan persis sama dengan.
b.      Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan atau substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan  lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal dan klausal.
1)      Substitusi nominal
                    Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina.
2)      Substitusi verbal
                    Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verbal (kata kerja) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori verbal.
3)      Substitusi frasal
              Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual yang berupa kata atau frasa  dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
                             Substitusi frasal ini misalnya pada contih berikut:
Aku tidak meneruskan pertanyaanku. Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang sama-sama diam.
Tampak pada contoh di atas, kata aku pada kalimat pertama dan ibuku pada kalimat kedua disubstitusikan dengan frasa dua orang.



4)      Substitusi klausal
         Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan klausa lainnya yang berupa kata atau frasa.
c.      Pelesapan (Elipsis)
Pelepasan atau elipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur yang dilesapkan itu bisa berupa kata, frasa, klausa atau kalimat. Adapun fungsi pelesapan dalam wacana antara lain ialaha untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat), (2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca/pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan.
d.      Perangkaian (Konjungsi)
Perangkaian atau konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa kata, frasa atau klausa, kalimat, paragraf.
Dari segi maknanya pun, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai bermacam-macam makna. Diantaranya adalah sebab-akibat, pertentangan, kelebihan (eksesif), perkecualian (ekseptif), konsesif, tujuan, penambahan (aditif), pilihan (alternatif), harapan (optatif), urutan (sekuensial), perlawanan, waktu, syarat, cara, dan makna yang lainnya.
6.      Alternatif Pembelajaran
Alternatif adalah pilihan untuk menentukan sesuatu dalam dua kemungkinan (Depdiknas, 2005:47). Alternatif juga merupakan salah satu yang dipilih diantara berbagai pilihan lainnya (Oemar Hamalik, 2008:57). Dan pembelajaran merupakan proses atau cara guna menjadikan seseorang  untuk melaksanakan kegiatan belajar (Depdikbud, 2005:30). Dapat disimpulkan bahwa alternatif pembelajaran adalah pilihan diantara berbagai pilihan lainnya untuk menentukan cara atau proses guna melaksanakan kegiatan belajar.
 Gramatikal pada umumnya didiajarkan dalam proses pembelajaran di jenjang pendidikan SMA kelas XII semester satu. Pembelajaran kohesi gramatikal di SMA sebenarnya menjadi salah satu materi pembelajaran yang sangat menarik, tepapi terkadang dalam menganalisis kohesi gramatikal, siswa masih sulit untuk memahami dan menafsirkan aspek-aspek yang terkandung. Oleh karena itu, diperlukan beberapa alternatif atau cara dalam memahami dan menafsirkan kohesi gramatikal di kalangan siswa SMA.
Sebagai alternatif pembelajaran yang menciptakan  pengembangan diri dari kemampuan kebahasan, Hal tersebut terdapat dalam Standar Kompetensi Menguasai berbagai komponen kebahasaan dalam berbahasa baik lisan maupun tulis, dan Kompetensi Dasar yaitu mengidentifikasi makna konotatif dan denotative, gramatikal dan leksikal, kias dan lugas, umum dan khusus.
 Gramatikal dalam cerpen harian suara merdeka dan sebagai alternatif pembelajaran terdapat beberapa hal sebagai berikut:
1.      Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
Sesuai Standar Isi Bahasa Indonesia di SMA, materi tentang kohesi gramatikal dapat diajarkan di kelas XII semester satu. Hal itu sebagaimana disebutkan dengan Standar Kompetensi yang berbunyi Menguasai berbagai komponen kebahasaan dalam berbahasa lisan dan tulis. Dan Kompetensi Dasar yang berbunyi mengidentifikasi makna konotatif dan denotatif, gramatikal dan leksikal, kias dan lugas, umum dan khusus. Dari SK dan KD tersebut, benarlah bahwa kohesi gramatikal dapat diajarkan sebagai materi pembelajaran di SMA.
2.      Indikator pembelajaran
Indikator pembelajaran merupakan perilaku yang dapat diukur untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur  yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
3.      Materi pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan seperangkat informasi yang harus diserap peserta didik melalui proses pembelajaran. Dalam hal ini, peserta didik harus benar-benar merasakan manfaat materi pembelajaran, materi itu setelah mempelajarinya. Secara umum, sifat materi pembelajaran diantaranya meliputi fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan (Iskandarwassid dan Sunandar, 2009:171).
4.      Media pembelajaran
Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang, pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan peserta didik sehingga dapat mendorong keberhasilan proses belajar mengajar (Azhar, 2002:80-91). Adapun media dalam pembelajaran sebagai berikut :
a.       Media berbasis manusia merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirimkan dan mengkomunikasikan pesan atau informasi. Tujuannya untuk mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan pembelajaran peserta didik.
b.      Media berbasis cetakan merupakan media pembelajaran yang berupaya untuk membuat materi dengan media berbasis teks menjadi interaktif.
c.       Media berbasis visual memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat menumbuhkan minat peserta didik dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya di tempatkan pada konteks yang bermakna dan peserta didik harus berinteraksi dengan visual itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.
d.      Media berbasis audio-visual, media visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Pada awal pelajaran media harus mempertunjukkan sesuatu yang dapat menarik perhatian semua peserta didik.
5.      Metode Pembelajaran
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2009:56). Perwujudannya dalam proses pembelajaran sebagai alternatif pembelajarannya di SMA. Adapun metode pembelajaran yang menjadi alternatif pembelajaran di SMA yaitu menggunakan metode ceramah untuk pendamping metode tanya jawab untuk menggali kemampuan siswa, sejauh mana peserta didik mengetahui tentang kohesi gramatikal dan memberikan penugasan kepada peserta didik sebagai hasil pembelajaran, apakah peserta didik sudah memahami atau mengaplikasikannya.

H.    Metode Penelitian
Adalah cara kerja ilmiah dalam melakukan setiap penelitian dengan asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek (Semi, 1999: 10).
Metode penelitian diperlukan untuk mempermudah pencapaian data sehingga pemilihan metode harus memperhatikan kesesuaian dengan objek tujuan penelitian yang akan dicapai. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan metode deskriptif dengan pendekatan objektif.
1.      Metode kepustakaan
            Dalam penelitian ini objek penelitian berupa cerita rekaan, maka penelitian ini memilih metode kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perpustakaan, dimana peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek telitiannya lewat buku-buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Semi, 1993, 71).
            Metode ini digunakan untuk mencari teori, konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teori atau member teori-teori baru dan data-data yang relevan dengan penelitian (Semi, 1993: 8).
2.      Metode deskriptif
            Metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan melukiskan keadaan objek atau peristiwanya dengan maksud untuk mengambil kesimpulan secara umum dari bahan-bahan tentang objek persoalan (Arikunto, 2005: 33).
            Penelitian deskriptif dilakukan oleh peneliti untuk  informasi atau data tentang fenomena yang diteliti, misalnya kondisi sesuatu atau kejadian, atau faktir-faktor penyebab terjadinya sesuatu.
            Penelitian kualitatif bersifat menghasailkan data deskriptif  berupa kata-kata tulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moloeng, 2007: 4).
3.      Pendekatan objektif
            Menurut Semi (1993: 67) pendekatan objektif (struktural)  adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai kerja kreatif memiliki otonom yang penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepes dari hal yang lain. Bahan utama penelitian objektif adalah karya (teks).

4.      Data dan sumber data
            Data adalah semua keterangan menganai variabel yang diteliti (Poerwadarminta, 1984: 18). Data dalam penelitian ini adalah penggunaan gramatikal dalam cerpen harian suara merdeka.
            Sumber data adalah bahan atau segala keterangan mengenai variabel yang diteliti. Sumber data pada hakikatnya ialah objek sasaran penelitian beserta dengan konteksnya (Poerwadarminta, 1984: 18). Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen harian suara merdeka, sedangkan objek sasaran penelitian ini adalah kohesi gramatikal dalam kumpulan cerpen tersebut.
5.      Objek penelitian
a.    Populasi
               Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang akan meneliti semua elemen yang berada dalam wilayah penelitian, maka penelitian itu disebut penelitian populoasi (Arikunto, 1993: 193). Populasi dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen harian suara merdeka. Adapun sembilan cerpen tersebut ialah Kisah Seruas Jalan, Purnama Tenggelam di Rajasthan, Kupu-kupu dan Desing Peluru, Rusuk Seratus Tahun, Pertarungan Terakhir, Lantai 9, Malam-malam, Sum, Siapakah yang Menyuruh Kita Memukul Lesung?, dan Getir Pesisir.
b.    Sampel
               Sampel adalah sumber data yang akan diteliti (Sudaryanto, 1993: 34). Sampel merupakan contoh, monster, atau wakil populasi.
               Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik sampling menggunakan teknik nonrandom. Teknik nonrandom sampling yaitu semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel (Sutrisno Hadi, 1982: 75).
               Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen harian dalam surat kabar Suara Merdeka, maka penulis mengambil beberapa dari populasi tersebut untuk dijadikan sampel yaitu sembilan cerpen harian Suara merdeka yang terbit mei-juni 2011.
c.    Metode dan Teknik Pengumpulan Data
               Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting dalam penelitian. Data yang terkumpul akan digunakan sebagai bahan analisis. Oleh karena itu, pengumpulan data harus dilakukan dengan sistematis, terarah dan sesuai dengan masalah penelitian.
               Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode simak dengan menggunakan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik catat. Metode simak adalah penyadiaan data yang dilakukan dengan cara menyimak data penggunaan bahasa. Metode simak di wujudkan dengan teknik sadap yaitu penyadapan pembicaraan seseorang atau beberapa orang untuk mendapatkan data, kemudian melakukan teknik catat yaitu teknik penyediaan data yang dilakukan dengan jalan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (sudaryanto, 1993: 133-135).
d.   Metode dan Teknik Analisis Data
        Setelah data terkumpul, peneliti selanjutnya melakukan analisis data. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode padan yang merupakan metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan, dan metode agih yakni metode yang memperhatikan struktur internal bahasa serta hubungan antarunsurnya sudaryanto (1993: 21-31).
        Metode padan ada dua teknik yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang berupa teknik pilah unsur penentu atau PUP. Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan menjadi beberapa unsur maka daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial, ortografis, dan pragmatis yang pemisahannya sesuai dengan sifat unsur penentu masing-masing. Sedangkan teknik lanjutan berupa teknik HBS yaitu teknik hubung banding menyamakan, HBB yaitu teknik hubung banding merperbedakan, dan HBSP yaitu teknik hubung banding menyamakan hal pokok (sudaryanto: 1993: 227).
        Metode agih juga sama, ada dua teknik yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang berupa teknik bagi unsur langsung atau teknik BUL. Disebut demikian karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis adalah membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur. Sedangkan teknik lanjutan berupa teknik lesap dan teknik ganti. Teknik lesap dilaksanakan dengan melepaskan, menghilangkan, menghapuskan atau mengurangi unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan, dan teknik ganti dilaksanakan dengan menggantikan unsur tertentu satuan lingual yang bersangkutan dengan unsur tertentu yang lain di luar satuan lingual yang bersangkutan.
e.    Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Setiap data yang telah dianalisis menghasilkan kaidah yang harus ditulis untuk dimasyarakatkan. Cara yang dikenal sebagai metode penyajian kaidah ada dua macam bersifat formal dan informal (Sudaryanto, 1993:144). Teknik pemaparan analisis secara informal adalah perumusan dengan kata-kata, sedangkan pemaparan hasil analisis secara formal adalah perumusan dengan tanda atau lambang-lambang.

I.       Sistematika Penulisan Skripsi
                Sistematika penulisan digunakan untuk mempermudah pembaca dalam memahami skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini, sebagai berikut :
                 Bab I pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat penelitian, metode penelitian dan sitematika penulisan skripsi.
                 Bab II landasan teori, pada bab ini diuraikan pengertian cerpen, diksi dalam cerpen, wacana, kohesi, dan aspek gramatikal.
                 Bab III analisis aspek gramatikal dalam cerpen harian Suara Merdeka sebagai  alternative pembelajaran di SMA N I Bangsri Jepara.
            Bab IV  Penutup yang berisi simpulan dan saran.


























DAFTAR PUSTAKA

Anton, Moeliono Dkk. 2000.  “Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia” dalam      Analisis Wacana: Teori dan Praktik. Surakarta: Pustaka Cakra.
Arikunto, Suharmini. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Djiwandono, Soenardi, 1989. Tata bahasa Acuan Bahasa Madura. Malang:    Lemlit IKIP Malang.
Esten, Mursal. 2000. Kesusastraan (Pengantar Teori dan Sejarah). Bandung: Angkasa.
Hamlik, Oemar. 2008. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Moleong, Lexy. J. 2000. Metodologi Penelitian Kulitatif. Yogyakarta: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada   University Press.
Poerwadarminta.1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Rustono. 1999. Pokok-pokok PragmatikSemarang: IKIP Semarang Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta      Wacana University Press
Sumardjo, Jacob dan Saini. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
              .2007. Upaya Peningkatan kemampuan Menulis Cerpen dengan Metode      Audio Visual Siswa Kelas X SMA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sumarlam, Dkk. 2008. Analisis Wacana Iklan Lagu Puisi Cerpen Novel Drama.                                Surakarta: buku Katta.
              .2003. Teori dan Praktik analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakara.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia.

No comments:

Post a Comment

MEMAHAMI ALUR CERITA

MEMAHAMI ALUR CERITA             Alur atau disebut juga plot adalah rangkaian peristiwa yang dijalin berdasarkan hubungan urutan wak...